Translate

02 January 2019

Berguru Pada Pengalaman

Berguru Pada Pengalaman

Ada pepatah mengatakan "Pengalaman adalah guru terbaik". Atas dasar ini, maka saya menjadikan pengalaman sebagai "Guru Filsafat". Karena itu, sejak awal berdirinya Logika Filsafat, salah satu metoda penyajian materinya melalui kisah-kisah pengalaman pribadi saya. Terhadap metoda seperti ini, selalu ada saja orang yang tidak menyukainya karena menganggapnya sebagai cara saya "mengunggulkan diri", menafsirkannya sebagai kesombongan, dan diikuti dengan usaha untuk menjatuhkan saya.

Sayyidina Ali bin Abi Thalib berkata, "Tidak perlu menjelaskan siapa dirimu. Karena orang yang mencintaimu tidak butuh itu. Sedangkan orang yang membencimu, tidak percaya itu." Saya percaya dengan kebenaran petuah Imam Ali tersebut. Karena itu saya yakin betul, kalau orang sudah benci, saya ngomong apapun pasti akan dipersalahkan. Dan sebaliknya, orang yang fanatik karena cinta, dia akan membenarkan apapun yang saya katakan. Dengan demikian, kisah pengalaman hidup saya tidak saya bagikan untuk mereka yang benci, tidak pula bagi mereka yang fanatik, tapi untuk mereka yang mau belajar , mengambil hikmah serta manfaat dari kisah orang lain.

Sudah sering saya sampaikan, bahwa hal-hal di luar materi ilmu logika, itu difungsikan sebagai "bumbu grup" saja atau rangsangan logika. Sesungguhnya, pikiran manusia itu tertarik oleh benci dan cinta. Oleh karena, apakah orang mencintai atau membenci saya, itu bukan soal selama dia mau bergerak, mengambangkan diri dalam bidang ilmu logika. Lalu bagaimana dengan orang yang bila saya posting materi-materi ilmu logika dia berkata, "Ini pengajaran yang terlalu rumit, otak saya tidak mampu", dan ketika saya buatkan cerpen berdasarkn kisah pribadi dia berkata, "Apapun yang Anda alami, orang lain tidak perlu tahu."

Saya tegaskan, bahwa fokus grup Logika Filsafat adalah Pengambangan Ilmu Logika. Hal-hal lainnya, anggap saja selingan musik, hiburan, bumbu penyedap, dll. Jika tidak suka dengan kisah-kisah pengalaman hidup saya, juga tidak ada minat untuk mengambangkan ilmu logika, apakah lagi dasar untuk tetap bertahan di grup Logika Filsafat ? Setiap member boleh "tidak suka" dengan "metoda curhat" yang saya gunakan, tapi tidak boleh berhenti berkembang dalam pemahaman di bidang ilmu logika. dan sejak dulu aturannya, jika Admin menilai seorang member tidak memiliki minat pada bidan ilmu logika atau tidak terlihat mengembangkan diri pada bidang tersebut, maka member tersebut dapat dikeluarkan.

Saya tidak dapat mengajarkan apapun kepada mereka yang tidak berminat pada bidang ilmu logika. sedangkan kepada mereka yang berminat pada ilmu logika, sayapun tidak harus mengajarkan apapun. Karena ilmu akan datang dengan sendirinya, kepada orang yang sangat menginginkannya. Jika orang yang berminat belajar saja tidak perlu diajari, maka mengapa saya harur mengajari orang yang tidak berminat ?

Saya berguru pada pengalaman, bahwa berdasarkan pengalaman ada member yang pernah bergabung di grup hingga dua atau tiga tahun, dia tidak pernah sedikitpun terlihat berminat pada bidang ilmu logika. sehingga jangankan mengetahui bagaimana cara menguji validitas argumen, setelah bertahun-tahun gabung di grup Logika Filsafat, bahkan tidak tidak mengerti perbedaan antara kontradiksi dengan kontrari. Tentu saya tidak dapat memaksa kehendak orang lain. Saya hanya bertanya, jika tidak ingin belajar ilmu logika, maka apakah sebenarnya yang ingin dia cari di grup ini ?

Untuk selanjutnya, saya tidak akan mengubah metoda pengembangan grup ini.  Selain materi-materi ilmu logika, saya juga akan tetap memposting cerpen-cerpen, kisah-kisah dari mimpi dan kisah dari pengalaman hidup saya sehari-hari. Hal ini pun tentu boleh dilakukan oleh setiap member yang ada di grup ini. Saya tidak pernah melarang siapapun untuk mengungkapkan kisah pengalaman hidupnya. Siapapun, jika memiliki keyakinan bahwa kisah penalaman hidupnya yang dapat diambil hikmahnya oleh orang lain, maka dipersilahkan untuk berkisah.

Source

KANG ASEP

Thanks to him

No comments:

Post a Comment